Sejarah Lengkap Marga Simanjuntak

Mungkin sudah familiar bagi kamu mendengar marga Simanjuntak. Simanjuntak adalah salah satu marga Batak Toba yang berasal dari daerah Balige, Kabupaten Toba.

Marga Simanjuntak merupakan salah satu marga terbesar dikalangan Suku Batak, sehingga terkenal dengan istilah ‘Simanjuntak na solot di ri’ atau Simanjuntak ri yang artinya dimana ada rumput (ri), disitu ada Simanjuntak.

Ingin tahu lebih dalam mengenai marga Simanjuntak? Yuk, intip sejarahnya di bawah ini!

SEJARAH

Simanjuntak adalah marga yang dipakai oleh keturunan Raja Marsundung (Simanjuntak) hingga saat ini.

Keturunan pertama Simanjuntak (Raja Marsundung Simanjuntak) yang lahir dari Boru Hasibuan adalah Raja Parsuratan Simanjuntak (parhorbo jolo) & SIMANJUNTAK Sitolu Sada Ina adalah 3 bersaudara yang lahir dari Sobosihon Boru Sihotang istri yang berikutnya Simanjuntak Sitolu Sada Ina yaitu 1) Raja Mardaup Simanjuntak 2) Raja Sitombuk Simanjuntak, 3) Raja Hutabulu Simanjuntak

1. SOMBA DEBATA SIAHAAN, menikah dengan Boru LUBIS.

2. RAJA MARSUNDUNG SIMANJUNTAK, menikah dengan Boru HASIBUAN, kemudian setelah duda menikah dengan SOBOSIHON Boru SIHOTANG.

3. TUAN MARRUJI HUTAGAOL, menikah dengan Boru PASARIBU

RAJA MARSUNDUNG menikah dengan Boru HASIBUAN lalu mereka menetap di Hutabulu (sekarang Parlumbanan). Mereka dikaruniai seorang putra bernama RAJA PARSURATAN dan seorang putri bernama SIPAREME.

Kehidupan mereka diberkati dengan banyak sekali ternak kerbau hingga orang sering menyebut RAJA MARSUNDUNG dengan sebutan ‘SIMANJUNTAK PARHORBO’.

Mautpun memisahkan sehingga RAJA MARSUNDUNG menjadi duda setengah umur. Suatu saat dia sakit parah bahkan dia tak sanggup untuk mengurus dirinya sendiri.

Menurut adat Batak Toba yang layak mengurus dia hanya Boru LUBIS yang merupakan istri abangnya (akang boru). Sedangkan kepada boru PASARIBU yang merupakan boru dari istri adiknya (anggi boru) pantang untuk saling bicara dengan dia begitu juga menantunya (parumaen) tidak boleh berbicara dengan dia sebab begitu adatnya. Sementara putrinya sendiri, SIPAREME segan mengurusnya sampai perkara yang sangat sensitif.

Setelah RAJA MARSUNDUNG pulih dari sakitnya , SOMBA DEBATA SIAHAAN pun menganjurkan padanya supaya ia menikah lagi agar ada yang mengurusnya kelak apabila dia sakit.

Hal itupun tidak disetujui RAJA PARSURATAN dan TUAN MARRUJI HUTAGAOL namun karena fakta dan pengalaman pahitnya, RAJA MARSUNDUNG akhirnya setuju untuk menikah lagi.

Pada masa itu ada istilah jika ingin mencari istri pengganti maka sebaiknya pergi menyeberangi danau Toba (versi asli: molo mangalului panoroni ba borhatma tu bariba ni tao Toba).

SOMBA DEBATA SIAHAAN dan RAJA MARSUNDUNG pun berangkat ke daerah Si Raja Oloan. Di sana ada seorang lelaki yang agak asing rupa fisiknya. Bentuk kepalanya besar dan dia dinamai RAJA SI GODANG ULU SIHOTANG. Keanehan ini juga tampak pada anak-anaknya sehingga terkadang mereka sering dikucilkan banyak orang sampai-sampai walaupun putrinya sendiri SOBOSIHON berumur banyak belum ada laki-laki yang mau melamarnya hingga RAJA MARSUNDUNG melamarnya.

Kedatangan RAJA MARSUNDUNG melamar SOBOSIHON sangat menggembirakan hati sang RAJA SI GODANG ULU meskipun yang melamar putrinya adalah seorang duda yang sudah memiliki anak. Namun hal itu bukanlah persoalan baginya dan pernikahan secara adat sepenuh (adat na gok) dilakukan.

Wali pengantin prianya adalah SOMBA DEBATA SIAHAAN. SOBOSIHON pun menjadi istri RAJA MARSUNDUNG. Mereka bermukim di Parlumbanan (saat narator berkunjung ke daerah Parlumbanan lokasi daerah ini merupakan persawahan).

Setelah tiba waktunya bagi SOBOSIHON untuk melahirkan, beberapa hari sebelumnya dia telah memberi kabar kepada ayahnya tentang keadaannya itu. Namun, perasaan sang calon ibu ini gelisah setelah mendapat mimpi ketika SOBOSIHON akan mandi di Aek Na Bolon, setelah dia membuka bajunya tiba-tiba petir menyambar buah dadanya sebelah. Mimpi ini juga diberitahukan kepada RAJA SI GODANG ULU.

Setelah mendengar kabar dan mimpi putrinya itu ia menyuruh menantu perempuannya (parumaen) berangkat menemui puterinya di Parlumbanan Balige. Padahal menantunya ini baru lima hari selesai melahirkan bayi perempuan namun, karena taat kepada mertuanya dia tetap bersedia pergi disertai tugas dan pesan khusus dari RAJA SI GODANG ULU.

Adapun tugas dan pesan itu ialah:
- Memberitahu SOBOSIHON bahwa akan ada bahaya yang mengancam bayinya setelah dia bersalin.

- Apabila bayi yang lahir laki-laki maka bayi itu harus ditukarkan dengan bayi perempuan menantunya ini dan bayi laki-laki itu harus dipangku dan disusui oleh menantu RAJA SI GODANG ULU ini sampai bahaya berlalu.

- Kelak apabila kedua bayi itu sudah dewasa maka mereka sebagai berpariban telah dipertunangkan sejak lahir (dipaorohon).

Sesampainya di Parlumbanan, menantu RAJA SI GODANG ULU atau yang disebut ‘Nantulang Na Burju’ oleh Parhorbo pudi ini, ia mendapati SOBOSIHON sedang bergumul dibantu dukun beranak (sibaso) untuk bersalin. Kemudian lahirlah bayi laki-laki dan setelah dimandikan sang bayi langsung ditukarkan sesuai pesan tadi.

Diadakanlah acara makan bersama (pangharoanion) untuk syukuran kelahiran bayi itu. Seluruh penduduk kampung pun diundang. Mendengar kabar bahwa adik tirinya adalah laki-laki maka RAJA PARSURATAN menjadi benci dan ingin membunuh adiknya itu sebab menurutnya kelak akan ada pewaris harta ayahnya selain dia.

RAJA PARSURATAN pun datang ke acara itu dan dia membawa pisau penyadap pohon enau di dalam sarung yang terselip di pinggangnya.

Kehadirannya membuat semua orang terharu sebab selama ini dia memusihi ibu tirinya, namun di saat kegembiraan dirasakan dan dirayakan ibu tirinya ia turut hadir di sana. itulah penilaian orang kebanyakan.

Padahal, sebenarnya RAJA PARSURATAN hendak memanfaatkan momen ini untuk membunuh sang adik tiri. Lalu ia meminta agar dirinya boleh memangku adiknya yang baru lahir itu. Dan bayi yang telah bertukar tadi pun dipangkunya hingga bayi itu basah atau kencing. RAJA PARSURATAN ingin mengganti kain popok adiknya.

Inilah kesempatan yang tepat bagi RAJA PARSURATAN untuk menyakiti adik tirinya itu. Ia berencana untuk menyelipkan pisau ketika mengganti kain popok adiknya. Ia pun meminta kain pengganti itu pada SOBOSIHON. Namun SOBOSIHON takut jika RAJA PARSURATAN tahu bahwa bayi yang dipangkunya bukanlah adiknya. Dia mengatakan pada RAJA PARSURATAN supaya ibunya saja yang mengganti kainnya.

Akan tetapi karena RAJA PARSURATAN tetap berkeras untuk mengganti kain adiknya maka orang banyak pun menyuruh SOBOSIHON agar menurutinya.

Saat membuka kain basah bayi yang dipangkunya RAJA PARSURATAN terperanjat karena bayi yang dilihatnya bukanlah bayi laki-laki. Merasa niatnya sudah terbaca maka geramlah hatinya dan langsung melangkahi bayi itu kemudian berjalan menghampiri SOBOSIHON dan berkata; “Orang mengatakan bahwa yang lahir adalah adikku laki-laki akan tetapi engkau menipuku dengan memberi anak perempuan orang lain untuk aku pangku, inilah bagianmu” RAJA PARSURATAN menghujamkan pisau tepat di dada dan memotong buah dada SOBOSIHON lalu setelah itu lari meninggalkan acara yang dalam keadaan kacau.

Tak berhasil menemukan dan membunuh adiknya tetapi buah dada SOBOSIHON ibu tirinya telah menjadi tumbalnya (daupna) maka bayi laki-laki itu diberi nama RAJA MARDAUP.

Demikianlah RAJA MARDAUP diselamatkan ‘Nantulang Na Burju’ yang rela menyeberangi danau Toba demi menyampaikan pesan RAJA SI GODANG ULU. Itulah sebabnya sampai sekarang semua keturunan SIMANJUNTAK dari SOBOSIHON sangat menghormati keturunan dari SI GODANG ULU yaitu marga SIHOTANG.

SOBOSIHON melahirkan bayi perempuan. Kabar ini terdengar ke seluruh penduduk daerah Si Bagot Ni Pohan. Namun hal ini tidak meresahkan hati RAJA PARSURATAN sebab dalam tradisi Batak anak perempuan tidak berhak dalam pembagian warisan. Jadi kelahiran adik tiri yang perempuan ini turut menggembirakan RAJA PARSURATAN. Sang bayi diberi nama SI BORU HAGOHAN NAINDO.

Selang beberapa tahun kemudian SOBOSIHON melahirkan lagi. Begini ceritanya sehingga sang bayi diberi nama RAJA SITOMBUK.

Tak henti-hentinya RAJA PARSURATAN mengamati kehidupan ibu tirinya yang dia anggap bisa mengurangi jatah harta warisan untuknya kelak. Dia bertanya kepada orang pintar apa jenis kelamin bayi yang akan dilahirkan ibunya. Setelah mengetahui bahwa bayi laki-laki jawabannya, dia berusaha merancang kecelakaan agar bayi itu tidak bernyawa saat dilahirkan.

Saat ayah dan ibunya tidak berada di rumah, dia bekerja keras untuk memotong kayu penghalang papan yang ada tepat di sekeliling tiang tengah rumah (tiang siraraisan) dimana setiap ibu rumah tangga yang hendak bersalin akan menyandarkan badannya di tiang itu dan kain pegangan yang dipakai untuk bersalin juga digantungkan di situ.

Adapun maksud RAJA PARSURATAN agar saat ibunya bersalin kayu penghalang papan itu rubuh ketika diduduki setelah itu sang bayi akan celaka terhimpit. Apa yang terjadi? Ternyata kayu itu patah sebelum sang bayi lahir dan tembuslah lantai rumah itu. Karena kaget setelah tergeletak di kolong rumah, seketika itu melahirkanlah SOBOSIHON dan bayinya selamat. Bayi itu diberi nama RAJA SITOMBUK. Tombus dalam bahasa Indonesia ‘tembus’. Papan lantai rumah telah tembus dan kejadian itu pulalah yang membuat bayi dilahirkan selamat walau tanpa bantuan dukun beranak.

Dengan bantuan dukun beranak lahirlah bayi perempuan yang kedua bagi SOBOSIHON lalu oleh RAJA MARSUNDUNG bayi itu diberi nama SI BORU NAOMPON. Sebelum proses persalinan RAJA PARSURATAN telah mengetahui dari orang pintar bahwa adiknya adalah perempuan. Hal ini tidak menjadi masalah baginya walau ketamakan akan harta warisan masih memenuhi hati dan pikirannya saat itu.

Rupanya kali ini RAJA PARSURATAN pergi lagi bertanya kepada orang pintar perihal jenis kelamin adik tirinya yang akan lahir. Jawaban dan pemberitahuan yang diterimanya bahwa adiknya adalah laki-laki. Dia teringat akan permintaan orang Batak perihal rumah; “Jabu sibaganding tua ima hatubuan ni anak dohot boru si boan tua”. Artinya “Rumah tempat berbagai macam tuah adalah tempat lahirnya putera dan puteri pembawa tuah”.

Kali ini RAJA PARSURATAN ingin memusnahkan rumah tempat tinggal ayahnya dan ibu tirinya. Dia sendiri telah mempunyai rumah setelah menikah dan pisah rumah dari orang tuanya (manjae). Dia hanya mempunyai seorang anak laki-laki dan dia merasa posisinya kelak terancam jika semakin banyak anak laki-laki yang dilahirkan ibu tirinya. Inilah yang membuat dirinya selalu ingin berbuat sesuatu untuk melenyapkan setiap bayi laki-laki dari ibu tirinya.

Waktunya tiba dan SOBOSIHON akan melahirkan bayinya. Para ibu bersama dukun beranak telah berkumpul dan memasuki rumah RAJA MARSUNDUNG. Dari kejauhan RAJA PARSURATAN mengamat-amati mereka. Setelah melihat mereka telah masuk ke rumah maka RAJA PARSURATAN membawa sulutan api. Dia membakar atap rumah dari bagian dapur. Api menyala dan semua ornag berhamburan keluar rumah termasuk SOBOSIHON. Dia panik sambil berteriak Api… api… api… api… Ia pun berpegangan pada batang bambu yang berada di pinggir pekarangan rumahnya.

Tidak lama kemudian, orang-orang berdatangan ke sana dan berusaha bergotong royong memadamkan api. Perhatian orang teruju pada rumah yang mulai terbakar dan pada saat itu pula di bawah pohon bambu lahirlah anak kelima dari SOBOSIHON yang kemudian diberi nama RAJA HUTABULU karena bayi itu dilahirkan di bawah pohon bambu di kampungnya. Meskipun selalu mendapat rintangan namun SOBOSIHON tetap tabah dalam setiap proses persalinannya karena RAJA MARSUNDUNG dan keluarga SOMBA DEBATA SIAHAAN terutama Boru LUBIS sangat memperhatikan dan mengasihinya.

Saat berusia kira-kira delapan puluh tahun, RAJA MARSUNDUNG pun meninggal dunia. Kepergian suaminya sangat membuat hati SOBOSIHON sedih sementara anak bungsu mereka masih menyusui dan keempat anaknya yang lain masih belum cukup dewasa.

Bagi suku Batak Toba anak tertua adalah pengganti ayah bagi adik-adiknya. Yang paling kehilangan sosok ayah hanya anak tertua. RAJA PARSURATAN menggantikan kedudukan ayahnya dalam segala hal penting terutama menjadi kepala keluarga. Situasi ini dimanfaatkan RAJA PARSURATAN untuk menguasai semua aspek kehidupan ibu tiri dan adik-adiknya sehari-hari. Dia selalu bersikap diktator terhadap adiknya terutama yang laki-laki. Namun SOBOSIHON selalu mengingatkan anak-anaknya agar selalu menghormati abang tirinya yang merupakan pengganti ayah.

Setelah beberapa tahun ayahnya meninggal RAJA PARSURATAN memanfaatkan tenaga keenam orang adiknya serta istrinya untuk mengurus semua kebun dan sawah peninggalan mendiang ayahnya dan dikelola seefektif mungkin. Perekonomian RAJA PARSURATAN pun meningkat. Ia kemudian membangun rumah ukir (ruma gorga).

Setelah bangunan induk selesai, proses berikutnya dalam pembangunan rumah ukir tersebut adalah pembuatan ukiran.

Untuk mengukir relif rumah pada masa itu lazim digunakan darah manusia sebagai campuran pewarna relif. Hal tersebut agar rumah itu mempunyai semangat atau ada keangkerannya.

Mengingat RAJA PARSURATAN bukanlah seorang yang kuat dalam berperang maka tidak mungkin baginya mendapatkan darah manusia dengan cara berperang melawan negeri lain.

Timbullah niat jahat RAJA PARSURATAN terhadap saudara tirinya. Pada suatu sore ia meliahat kedua adik perempuannya tampak akrab sebab memang SIPAREME sudah gadis dan HAGOHAN NAINDO mulai remaja.

RAJA PARSURATAN ingin membunuh adik tirinya untuk diambil darahnya sebagai campuran pewarna rumah ukirnya. Kedua adik perempuannnya ini sering sama-sama tidur dengan ibu mereka.

Hampir setiap malam keduanya menganyam tikar (mangaletek) dan bila sudah larut mereka tidur tanpa menyalakan lampu.

Sedangkan untuk menghindari gigitan nyamuk mereka menutup badannya dengan tikar (marbulusan). kebiasaan tidur marbulusan ini berlanjut sampai sekarang dan masih dapat kita jumpai di beberapa daerah di Tapanuli Utara. Demikianlah tiap malam cara kedua gadis ini menghabiskan waktu.

Tentang rencana jahat RAJA PARSURATAN, untuk membedakan yang mana yang harus dibunuh maka kepada SIPAREME diberikan sebuah gelang yang terbuat dari gading. Konon gelang itu merupakan pusaka pemberian dari mendiang Boru HASIBUAN, ibu kandungnya RAJA PARSURATAN. Lalu SIPAREME pun memakai gelang itu. Melihat gelang yang sangat putih dan menyala dalam gelap, HAGOHAN NAINDO tertarik akan gelang itu. Dia meminjam dan kemudian memakainya. Seperti biasanya mereka menganyam tikar setelah malam tiba mereka tidur marbulusan dan gelang tadi masih di tangan HAGOHAN NAINDO.

Malam itu menjelang subuh datanglah pembunuh bayaran ke rumah RAJA PARSURATAN dengan membawa pisau. RAJA PARSURATAN berpesan pada pembunuh itu bahwa sekarang ada dua gadis yang tidur di rumah ayahnya dan gadis yang tidak memakai gelanglah yang harus dibunuh. Pembunuh itupun melaksanakan tugasnya kemudian SIPAREME dibunuh lalu darahnya ditampung dan diberikan kepada RAJA PARSURATAN. Sementara mayat SIPAREME dibuang ke lembah yang tak dapat dituruni yaitu yang sekarang terletak di lembah Sipintu Pintu (perbatasan antara Balige dengan Siborong Borong). Matahahari pun terbit dengan air mata dan tangisan HAGOHAN NAINDO karena kakaknya telah hilang. Demikianlah rencana jahat RAJA PARSURATAN dimana dia hendak membunuh HAGOHAN NAINDO tetapi yang terbunuh adalah SIPAREME yaitu adik kandungnya satu – satunya.

Melihat tindak-tanduk anak tirinya SOBOSIHON selalu bersusah hati, apalagi setelah SIPAREME diketahui dibunuh dan darahnya dijadikan campuran pewarna ukiran rumah RAJA PARSURATAN. Hal ini membuat SOBOSIHON jatuh sakit hingga penyakitnya parah. Saat penyakitnya semakin memburuk, dia dikelilingi kelima anaknya, sedang RAJA PARSURATAN seperti biasanya pergi ke sawah.

Saat itu SOBOSIHON berpesan:

- Jangan lupakan apa yang telah dilakukan oleh abangmu RAJA PARSURATAN akan tetapi, jangan balaskan perbuatan jahatnya karena hanya MULA JADI NA BOLON (Tuhan) sajalah yang akan membalaskannya.

- RAJA PARSURATAN itu adalah abangmu sebagai ganti ayah bagimu, dimana dia duduk janganlah kamu menghampiri dan jika kamu sedang duduk di suatu tempat kalau dia datang tinggalkanlah dia, karena dia adalah ganti ayah bagimu yang harus kamu hormati.

- Jangan kamu menyusahkan hatinya walaupun dia menyusahkan kamu, bila kamu sedang menyalakan api di dapur rumahmu atau dimana saja lalu asapnya terhembus angin ke rumahnya atau ke arah di mana abangmu berada padamkanlah apimu itu supaya dia tidak mengeluarkan air mata karena asap apimu walaupun kamu harus terlambat menyiapkan masakanmu.

- Jangan bertengkar dengan abangmu, sebab itu apabila tanamanmu ada yang condong tumbuh mengarah ke pekarangan rumahnya seumpama tanaman pisangmu sedang tumbuh dan berjantung maka lebih baik tebang saja itu dari pada setelah buahnya ada lalu diambil oleh anaknya dan kamu tidak bisa menahan emosimu dan bertengkar.

Setelah menyampaikan pesannya SOBOSIHON menghembuskan nafas terkahir. Pesan inilah yang sampai saat ini terus mewarnai pola hidup dari keturunan RAJA MARDAUP, RAJA SITOMBUK dan RAJA HUTABULU dan pesan-pesan tersebut sangat dihargai dan dituruti oleh seluruh keturunan SIMANJUNTAK SI TOLU SADA INA.

Nah, itulah seputar sejarah marga Simanjuntak yang perlu kamu ketahui khusunya marga/boru Simanjuntak. Semoga membantu.

Posting Komentar

0 Komentar