5 Fakta Mangain dalam Tradisi Pemberian Marga pada Suku Batak

 



Dalam budaya Batak, marga menjadi identitas yang digunakan sebagai pengingat akan hak dan kewajiban seseorang dalam adat istiadat. Solusi untuk menjaga keutuhan marga dan garis keturunan adalah perkawinan. Perkawinan Batak tidak hanya mempersatukan laki-laki dan perempuan, tetapi juga sistem hubungan marga kedua belah pihak.

Idealnya, pernikahan adat Batak dilakukan oleh dua orang yang juga satu suku Batak. Namun, ketika seorang Batak menikah dengan suku lain, praktik yang biasa dilakukan adalah menjalankan tradisi Mangain. 

1. Apa itu Mangain


Sistem perkawinan Batak memiliki tradisi memberikan marga kepada seseorang yang bukan keturunan Batak jika ingin menikah dengan keturunan Batak setempat. Tradisi ini disebut Mangain. 

Proses Mangain dilakukan dengan mengangkat seorang non-Batak (suku lain) untuk diadopsi dari keluarga keturunan Batak tertentu. Setelah diangkat dan ditempatkan pada suatu marga, ia dianggap sebagai bagian dari garis keturunan yang sah dan berhak mewarisi salah satu marga Batak.

2. Didasarkan Ideologi Orang Tua Zaman Dahulu


Kebanyakan orang tua akan lebih memilih menantu perempuan dari suku yang sama. Karena biasanya dia menguasai adat, sopan santun, tradisi, dll. Namun, pernikahan antar suku tidak bisa dihindari seiring berjalannya waktu, salah satunya adalah suku Batak. 

Merantau merupakan salah satu penyebab berkembangnya perkawinan antar suku bahkan antar bangsa yang melandasi fenomena perkawinan antar suku.

3. Pemberian Marga diambil dari Kerabat Dekat


Dalam tradisi Mangain, calon pengantin pria dari suku lain disebut mangain anak, sedangkan pengantin wanita dari ras lain disebut mangain boru.

Dalam manga anak, marga biasanya diambil dari marga Boru (tempat keluarga saudara perempuan ayah). Dalam Mangain Boru, marga tersebut diambil dari Hula-Hula (saudara laki-laki ibu). Hal ini dilakukan tidak melanggar aturan atau larangan apapun tentang pernikahan.

4. Perbedaan Manganin Anak dan Mangain Boru


Batak bersifat patrilineal, sehingga pemberian marga kepada wanita non-Batak tidak mempengaruhi hak waris keturunannya (marga berasal dari pihak laki-laki). Pemberian kepada perempuan dari marga dilakukan terutama untuk memulai proses perkawinan yang lancar.

Namun hal ini berbeda pada pihak pria. Laki-laki yang diberi marga merasa kejanggalan. Laki-laki Batak adalah pewaris marga untuk keturunannya dan proses mangain tidak bisa menggantikan peran dan menjadikan laki-laki itu sebagai raja suku Batak.

5. Mempertahankan Budaya Turun Temurun


Mangain tidak hanya sekedar memberi nama belakang kepada seseorang, tetapi melalui tradisi ini memudahkan seseorang dari suku lain yang tidak terbiasa dengan adat Batak untuk memahami dan menghargai budaya turun temurun Batak.


Posting Komentar

0 Komentar