Mengenal Tradisi Mangongkal Holi, Upacara Kebudayaan Khas Batak

Tradisi lahir sejak zaman leluhur, lalu turun menurun dilestarikan kepada anak cucu mereka. Salah satunya, tradisi suku batak di Sumatera Utara ini, Mangongkal Holi. Upacara adat yang dilaksanakan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhurnya.

Mungkin masih banyak yang belum mengetahui pastinya tentang tradisi ini. Tradisi ini banyak sekali ditemukan di daerah-daerah kawasan Toba dan Simalungun

Masyarakat Batak biasa memanggil tradisi ini sebagai “Mangongkal Holi”. Arti dari “Mangongkal” sendiri dalam bahasa Indonesia ialah menggali, sedangkan “Holi” artinya tulang.

Mangongkal Holi adalah tradisi memindahkan dan menggali kuburan manusia. Lalu memindahkan tulang belulangnya ke Batu Napir, sebuah bangunan yang lebih tinggi dan mewah. Sebelum dipindahkan, tulang atau kerangka dibersihkan terlebih dahulu menggunakan air jeruk lalu yang sudah bersih dilumuri dengan air kunyit.

Masyarakat suku Batak Toba percaya tradisi ini sebagai bentuk tahapan tinggi untuk mencapai keabadian. Mereka percaya bahwa kematian bukanlah akhir dari perjalanan hidup, melainkan menuju tahapan proses sempurna di Alam keabadian. Disana arwah anggota keluarga akan berkumpul bersama arwah yang satu keluarga. Tujuannya, agar generasi selanjutnya lebih mudah untuk mengetahui siapa leluhur atau generasi yang ada diatasnya.

Tradisi ini bukan hanya sekedar menggali kuburan leluhu dan memindahkan tulang belulangnya, namun juga membuatkan sebuah tugu. Biasa disebut dengan Tugu Marga.

Dilansir dari laman Hitabatak, Tugu Marga merupakan Tugu atau Makam yang dibuat khusus untuk marga tertentu. Yang mana makam tersebut hanya boleh ditempati oleh satu marga. Keindahan dan kemewahan Tugu merefleksikan status suatu marga, semakin bergengsi tugu, maka semakin terpandang marga tersebut.

Dalam proses pelaksanaan tradisi ini, harus dilakukan sesuai dengan adat batak yang berlaku. Prosesnya pun membutuhkan biaya yang terbilang mahal. Upacara ini mengharuskan marga atau keluarga yang membuat acara tersebut harus menjamu keluarga keluarga besar marga lainnya dan seluruh masyarakat kampung.

Hidangan dalam acara ini juga tidak main-main, biasanya pihak marga yang membuat upacara ini menghidangkan daging kerbau untuk upacaranya. Ada juga beberapa masyarakat toba yang tinggal di kawasan siborong-borong dan dolok sanggul sampai mengurbankan kuda untuk upacara ini.

Tidak hanya melakukan ritual penghormatan, setelah memindahkan tulang belulang, dilanjutkan dengan pesta adat yang dihadiri oleh para Tetua atau Kepala Suku. Kepala Suku yang hadir mengenakan ulos dan ponding (ulos yang dibentuk mahkota).

Kemudian mereka manortor (menari tarian tor-tor) bersama sambil mengelilingi 3 kali pohon beringin buatan sebagai simbol kebersamaan. Lalu selagi manortor, ada menyawer di sela ranting hodong (pohon uang), dan ada juga yang menyawer di atas piring yang diisi beras sebagai bentuk dukungan materil untuk pesta adat besar yang sedang dilaksanakan.

Posting Komentar

0 Komentar